.: Dengan Menyebut Nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang :.

Sunday, October 17, 2010

ALHAMDULILLAH

Alhamdulillah, Segala Puji bagi Allah yang telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Segumpal darah yang tidak seorang pun, bahkan malaikat sekalipun tidak tahu akan menjadi seperti apa dia kelak, menjadi apa dia nantinya, menjadi pejabat ataukah menjadi seorang penjahat.



Dan, tak seorang pun yang tahu jika akhirnya aku diberi Allah amanah seorang anak dengan bibir sumbing dan menderita Noonan Syndrome pada tanggal 6 Oktober 2007, tepat dua tahun yang lalu. Jika tahu, mungkin dari awal aku akan menolak, bukan, bukan karena aku malu punya anak cacat, tapi karena perasaan bersalahku karena aku tidak bisa menjaga kehamilanku dengan baik sehingga anakku mengalami cacat. Dialah anakku tersayang, Muhammad Fadhil Rizqi.

Sebagai anak ketiga dalam keluarga, mau tidak mau, aku pasti membandingkan keadaannya dengan kedua kakaknya. Sejak dari kelahirannya, semuanya terlihat tidak normal. Beratnya hanya 2,2 kg dengan panjang 44 cm.Begitu mungil. Wajahnya terlihat berbeda sekali, dengan bibir terbelah, lubang hidung yang terlihat jelas, leher pendek, mata sayu, badan terdapat bercak-bercak kehitaman, banyak tanda lahir di daerah pantat, jari yang mungil kemerahan diujungnya, testis yang tidak pada tempatnya (udt/kriptorkismus), hidung rata, dahi yang lebar dan telapak kaki yang cembung. Semuanya memberikan rasa cemas dalam diriku. Bulan demi bulan, perkembangannya tidak terlihat begitu menggembirakan, padahal aku sudah berusaha memberikan ASI, baik dengan cara langsung atau diperas dan diberikan dengan menggunakan sendok. Sehingga aku menyerah dan akhirnya memberikan susu formula. Perkembangannya tidak juga menunjukkan kemajuan yang berarti. Pasca operasi bibir diusia yang kelima bulan pun, perkembangan tubuhnya tidak terlalu bagus. Hasil dari konsultasi dengan dr. SPA, perkembangan tubuhnya tidak akan optimal sebelum dia operasi langit-langit.

Umur setahun, dengan segala kekhawatiran segera dilakukan operasi langit-langit. Bismillah, semoga perkembangan fisik dan motoriknya akan segera menunjukkan kemajuan. Hasil dari pemeriksaan di Instalasi Rehabilitasi Medik, Perkembangan Rizqi memang sangat terlambat. Perkembangan motoriknya tertinggal, dan fisiknya juga tidak sesuai dengan umurnya. Di usianya yang sudah lebih dari setahun, dia belum bisa duduk, apalagi berdiri.

Menginjak usia 18 bulan, akhirnya Rizqi bisa berjalan, setelah perjalanan panjang melatih dan menterapi dia. Terapi di rumah sakit, dilanjutkan dengan terapi di rumah. Setiap pagi, diusahakanberjalan di atas rumput basah dengan bertelanjang kaki sambil berjemur. Di rumah, telapak kakinya dirangsang dengan menggunakan sikat semir untuk merangsang syaraf telapak kakinya. Psikoterapi lebih kurang setengah jam setiap 3 kali seminggu. Berlatih berjalan dengan dititah, berlatih duduk dengan memberikan mainan yang membuat dia bisa bertahan dengan duduknya, sekaligus melatih motorik halusnya, walaupun punggungnya masih dipegangi. Dan yang pasti harus dijaga jangan sampai jatuh. Terbentur sedikit saja, kepalanya langsung memar, dan benjolan sebesar telur ayam pun tumbuh dengan mengerikan di keningnya. Alhamdulillah, seiring berjalannya waktu, akhirnya Rizqi bisa duduk dan berjalan. Suatu yang sangat aku syukuri. Untuk anak normal mungkin dia terlambat. Tapi untuk anak dengan Noonan Syndrome, ini adalah sebuah anugerah terindah untukku.

Setelah bisa berjalan, dilanjutkan dengan melatih dia untuk bicara dan memperbaiki motorik kasar dan motorik halusnya. Terapi harus diusahakan setiap hari minimal 10 menit. Lehernya yang pendek, ditambah dengan bibir sumbingnya, walaupun sudah dioperasi, mungkin sangat mempengaruhi kemampuannya berbicara. Dia tidak bisa mengucapkan kata-kata yang diajarkan. Jika berbicara dengannya harus dengan intonasi yang jelas. Alhamdulillah, dia sudah bisa mengucapkan kata ‘mama’, ‘lagi’ (jika dia mau lagi apa yang sudah dia makan) atau ‘nggak mau’ (jika dia tidak mau).
Pagi ini, kupandangi wajah Rizqi yang sedang tertidur pulas. Hari ini, dia berulang tahun yang kedua. Begitu panjang perjalananmu, Nak. Masih terasakah sakitnya tangan dan kakimu ketika jarum-jarum infus itu menusuk kaki dan tanganmu yang lembut ketika kau sedang dioperasi, bagaiman sakitnya ketika bibir dan langit-langitmu dijahit, atau masih terasa sakitkah ketika jarum-jarum itu menusuk paha kanan dan kirimu dua kali dalam seminggu ketika menambahkan hormon testosteron yang kurang dalam tubuhmu atau bagaimana sakitnya telingamu ketika ditusuk untuk melihat kadar beku darahmu untuk persiapan operasi. Kasihan kau, anakku. Semua itu masih terekam dengan baik dalam ingatanku, dan semoga itu tak akan pernah lagi kau rasakan sakitnya.
“Ci luk Maa”
Terkejut aku ketika mendengar suara Rizqi didekatku. Ups, kau sudah bangun, sayang, dan mengajakku bermain ci luk ba dengan suaramu yang masih agak sengau.
“Bangun yo, sayang.’’ Kuusap kepalanya dengan lembut sambil menggendongnya dan kuajak ke kamar mandi.
Saat mandi dan saat makan adalah saat yang menyenangkan, karena saat itulah acara belajar bicara dimulai.
“Ma - kan.’ Kataku jelas. Dan Rizqi bukan mengikuti ucapanku, tetapi diam sambil mengamati bibirku yang bergerak. Dia seperti mau bicara, tetapi tidak bisa. Dan ketika sendok makan mendekati bibirnya, dia pun berkata “Nggak Mau.”
Sayang, Selamat ulang tahun. Semoga kebahagiaan selalu bersamamu. Kelak menjadi orang yang berguna untuk agama, bangsa dan negara serta orang tua. Orang yang selalu percaya bahwa Allah selalu bersamamu, menemani hari-harimu, sehingga kau menjadi orang yang kuat dan penuh percaya diri dengan segala kekuranganmu. Amin.

Bandar Lampung, 6 Oktober 2009

No comments: