.: Dengan Menyebut Nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang :.

Sunday, February 24, 2013

Hadiah tak terduga

Akhir Januari itu menjadi hari yang paling membahagiakan. saat bayi mungil yang sehat tanpa cacat (menurutku saat itu) berbaring disampingku. Tak ada kebahagiaan yang melebihi kebahagiaanku saat itu. Penantian yang lama, mempunyai seorang bayi laki-laki yang sehat dan normal. syukurku tiada henti. Ya Allah terima kasih Engkau berikan bayi ini untukku, Engkau pilih dia untuk menemani hariku. Kulihat lagi wajahnya, jari-jari kaki dan tangannya, semua tampak normal.
Semakin hari aku merasakan keganjilan pada anakku, kenapa dia sering tidur, menyusu sebentar tapi kemudian dia akan segera tertidur dengan asi yang masih menetes. Dia bahkan tak mampu menelan asi yang mengalir. Ada apa dengan anakku. Sakit apakah dia. Hasil kontrol ke DSA, ternyata bayi mungilku penyandang Down Syndrome.
Hampir satu bulan usianya kini. Hari-hariku dengan tangisan semakin berkurang, meski masih saja aku belum bisa menerima kenyataan tentang keadaannya. Masih, terkadang menyalahkannya karena aku berpikir bayiku sangat malas, bahkan sekedar untuk menelan asip yang sudah dengan susah payah aku perah setiap harinya. Butuh waktu yang lama ternyata utnuk mengerti bahwa dia mempunyai tonus otot yang lemah sehingga dia cepat lelah dan akhirnya tertidur. Kasihan kau nak. Terkadang seorang ibu juga bisa salah menilai perilaku anak-anaknya.
Hari-hari ke depan ada satu hal pasti yang harus terus kulakukan, berjuang unutk terus memberikan asi buatnya, mencari informasi untuk langkah selanjutnya agar bisa memberikan yang terbaik untuknya, dan berusaha agar dia bisa langsung menyusu dariku. Semoga semuanya bisa berjalan seseuai dengan rencanaku. bantu aku ya Robb.

Monday, February 11, 2013

Anak lelakiku

Penasaran atas hobi tidur bujang kecilku, badannya yang tampak lemas dan terlihat lebih kecil dari berat lahirnya, serta kesulitannya untuk menyusu langsung dariku, kubawa ia ke dr. SPA. Saat menimbang berat badannya yang berkurang 300 gram dari berat lahirnya, aku semakin yakin ada masalah dengannya. Mungkin ada infeksi di tubuhnya saat proses persalinan yang lama, atau sakit fisik lainnya yang segera bisa diberi obat dan cepat sembuh.
“Kondisi jantungdan paru-parunya baik, testis juga bagus” Alhamdulillah. Dalam hati aku merasa sangat lega. “ Tapi ada kelainan yang disebut dengan down syndrome…………”
Detik juga rasa aku merasa tak lagi berpijak pada tanah, aku merasa melayang dan semua kebahagiaan terenggut dengan paksa. Hal yang paling kutakutkan saat kehamilan, sangat mengerikan untuk punya keberanian sekedar membayangkan jika bayi yang pernah tinggal dalam rahimku ternyata penderita down syndrome. Tak bisa berkata, hanya tiba-tiba air mata luruh tanpa bisa kucegah.
Mengapa…….Mengapa harus aku. Lagi! Untuk kali kedua aku harus merasakan mempunya anak laki-laki dengan kebutuhan khusus. Terbayang semua kejadian bersama anak laki ketigaku yang juga mengalami bibir sumbing dan noonan syndrome. Shock, hancur, luruh, lemas. Aku teringat dengan keinginanku saat mulai hamil, ‘Aku ingin mempunya anak laki-lakia yang normal………..’
Melihat aku yang menangis sepanjang perjalanan pulang, suamiku mengajak langsung ke dokter lain, “Kita harus cari dokter lain, jangan terlalu percaya dengan satu dokter” “Sudahlah, aku masih belum siap untuk mendengan vonis yang sama dari dokter lain” Rasa ingin tahu akan kebenaran bahwa anakku down syndrome membawaku ke dokter SPA yang lain. Dan vonis dokter tak terlalu jauh berbeda, “ tampaknya anak ibu mengalami kelemahan syaraf. Selintas dari wajah seperti down syndrome tapi dari ciri tangan tidak mengarah ke down syndrome. Untuk memastikannya harus dengan cek lab. Yang perlu mendapat perhatian saat ini adalah kuningnya. Dia harus segera diopname, tampaknya dia mengalami dehidrasi karena beratnya telah berkurang 10 % dari berat lahirnya”
Jadilah hari itu hari yang tak terduga, niat hati hanya konsultasi akhirnya berujung dengan mengirimnya ke rumah sakit. Dan si kecilku harus sudah merasakan jarum-jarum kecil itu bergantian menusuk tangan mungilnya untuk memasukkan infuse. Setiap mendengar tangisnya ketika tusukan jarum menghujam tubuhnya hanya zikir yang bisa terus kuucapkan. “Ya Allah, mudahkanlah, mudahkanlah agar sakit anakku cepat berakhir………” Sekarang Danish kecilku sudah pulang. Rasa sayangku semakin bertambah setiap harinya. Dia adalah bonus tabungan untukku di akhirat. Seperti kata suamiku,”‘Ikhlas… Insya Allah kita akan meraih surga karenanya”
Aku bahagia memilikinya, setiap malam aku selalu membisikkan kata-kata padanya meskipun matanya hampir selalu terpejam, “Danish anak yang sehat, kuat, dan normal. Danish akan tumbuh seperti anak yang lain. Kamu bisa sayang…”